Keluarga Trauma, Terkucil dari Pergaulan Sosial

(FOTO: METRO/MARIHOT SIMAMORA)

AROGAN- Reaksi massa Aliansi Masyarakat Sibolga Julu atas sikap arogan dari awak harian Rakyat Tapanuli yang pemberitaannya dinilai tak mempedomani kote etik jurnalistik, Kamis (27/9).
Jumat, 28 September, 2012
Wegamo Voice, sibolga – Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sibolga Julu mendatangi kantor Harian Rakyat Tapanuli di Sibolga, Kamis (27/9) siang. Mereka menuntut agar redaksi media itu itu menyampaikan permohonan maaf atas penyajian berita yang dinilai tidak mempedomani kode etik jurnalistik.

Berita yang dinilai tidak etis itu adalah pemberitaan berisi vonis terhadap salah seorang warga Sibolga, dinyatakan positif menderita penyakit AIDS (Aquired Immune Deficiency Syndrome), tanpa ada bukti pemeriksaan medis yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam berita terbitan Senin 3 September 2012 itu, nama dan alamat penderita dituliskan secara lengkap.

Akibatnya, warga sekitar kediaman orang yang divonis menderita AIDS, menjadi resah. Meski orang yang dituberitakan menderita AIDS itu telah meninggal dunia dan dikebumikan, namun keluarga yang ditinggalkan kini mengalami trauma berat dan terkucilkan dari pergaulan sosial masyarakat.

“Pemberitaan Harian Rakyat Tapanuli tidak memakai etika pers. Dalam berita semestinya tidak perlu menuliskan nama dan alamat lengkap orang yang menderita penyakit AIDS, walaupun misalnya orang itu positif dinyatakan menderita. Tetapi Harian Rakyat Tapanuli menulisnya secara lengkap, itu jelas salah,” tegas Sonny Lee Hutagalung, salah satu orator dalam aksi tersebut.

Pria yang juga berprofesi sebagai wartawan di Kalimantan itu mengaku kecewa dan prihatin atas pemberitaan tersebut. Sebab, pemberitaan itu telah berdampak timbulnya keresahan bagi warga lain. Bahkan, pemberitaan itu dinilai telah menginjak-injak hak azasi orang yang divonis menderita AIDS tersebut, bahkan dampaknya meluas terhadap keluarganya.

“Harian Rakyat Tapanuli sudah membuat hak azasi orang itu terinjak-injak. Bahkan seluruh masyarakat Sibolga Julu sudah diresahkan dengan pemberitaan itu. Slogan Harian Rakyat Tapanuli yakni saatnya rakyat angkat bicara, dan sekarang kami rakyat yang bicara. Pakai etika pers kalau memang mengaku sebagai jurnalis. Saya merasa sedih, kok di kampung halaman saya ini ada pers yang tidak beretika. Kami meminta pertanggungjawaban Rakyat Tapanuli. Mulai besok harus ada permintaan maaf, kalau tidak kita akan berurusan dengan hukum,” tegas Sonny Lee Hutagalung lagi.

Sebelumnya, Rudolf Siagian, juga orator dalam unjuk rasa itu, mendiskripsikan berita Rakyat Tapanuli tersebut sebagai sesuatu yang pamalo-malohon (pandai-pandaian-red) dan tidak berdasarkan fakta. “Yang kami tahu undang-undang pers itu pun mengatur soal etika dalam pemberitaan. Kami datang untuk meminta pertanggungjawaban, kenapa koran Rakyat Tapanuli begitu gampangnya memuat berita seperti itu. Dan sampai hari ini kami tidak pernah membaca permohonan maaf dari redaksi harian Rakyat Tapanuli,” timpal Rudolf.

Rudolf mengaku kedatangan mereka bertujuan untuk membersihkan nama baik keluarga orang yang divonis melalui berita positif mengidap AIDS, yang berisial HT tersebut. Bersama kelompok pendemo juga turut salah satu kerabat dekat almarhum HT.

“Kami datang kemari karena keprihatinan kami terhadap keluarga HT yang kini sudah terkucilkan. Kami mau penjelasan dari redaksi soal kebenaran berita itu. Kalau tidak maka kami siap menempuh jalur hukum,” kata Rudolf. (mor/nasa)=> Non


Reporter Wegamo Voice
Int: Nonce T.
Regard: Timipotu News

0 komentar:

Posting Komentar

 

WEGAMO VOICE Copyright © 2011-2012 | Powered by Blogger